POTENSI BENCANA ALAM DI KOTA PANGKALPINANG
POTENSI BENCANA ALAM DI KOTA PANGKALPINANG
Sebelum
melangkah lebih jauh mengenai potensi bencana di Kota Pangkalpinang, perlu
dibahas secara singkat apa yang dimaksud dengan potensi bencana. Potensi
bencana merupakan suatu cangkupan wilayah yang rawan ataupun mudah untuk
terjadinya bencana (Suwarno, 2013). Adapun yang dimaksud dengan rawan bencana
berdasarkan UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ialah
kondisi maupun karakteristik secara geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.
Bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana tidak hanya mengenai kerusakan ataupun kerugian
yang didapatkan disebabkan kejadian alam atau bisa disebut dengan bencana alam.
Namun, bencana sendiri mencakup 3 jenis yakni bencana alam, bencana non-alam,
dan bencana sosial. Secara singkat, bencana alam merupakan bencana yang
diakibatkan serangkaian peristiwa alam, misalnya gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, dan lainnya. Adapun bencana non-alam merupakan bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non-alam, misalnya kegagalan
teknologi, epidemic, wabah penyakit, ataupun kegagalan modernisasi. Sedangkan
bencana sosial ialah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang mencakup konflik sosial antar
kelompok ataupun komunitas masyarakat, dan terror. Selanjutnya, tulisan hanya
akan focus membahas mengenai potensi bencana alam dan tidak membahas bencana
non-alam maupun bencana sosial.
Jike berbicara tentang Kota
Pangkalpinang, ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini secara geografis
memiliki luas wilayah 10,449 km2. Kota Pangkalpinang juga terletak
pada bagian hilir DAS Baturusa dan merupakan wilayah pesisir yang langsung
berbatasan dengan laut (Selat Karimata). Dengan kondisi topografi yang
cenderung datar hingga landai menjadikan Kota Pangkalpinang tidak berpotensi
bahaya dalam bencana Tanah Longsor dan Banjir Bandang. Berdasarkan Dokumen
Kajian Risiko Bencana Kota Pangkalpinang juga disampaikan bahwa berdasarkan
data PUSGEN tahun 2027, Kota Pangkalpinang tidak memiliki sumber gempa, baik
sesar maupun zona subduksi yang menyebabkan secara historis Kota Pangkalpinang
tidak ada kejadian gempa bumi dan tsunami. Maka, berdasarkan sedikit uraian tersebut,
Kota Pangkalpinang secara riset dan keilmuan tidak berpotensi bencana tanah
longsor, banjir bandang, gempa bumi, dan tsunami.
Berdasarkan data kejadian bencana
yang terjadi di Kota Pangkalpinang tahun 2016-2021, setiap tahunnya bencana
yang sering terjadi di Kota Pangkalpinang yakni bencana banjir. Tercatat pada
tahun 2016 kejadian banjir di Kota Pangkalpinang sejumlah 12 kejadian, tahun
2017 berjumlah 21 kejadian, tahun 2018 berjumlah 26 kejadian, 2019 berjumlah 71
kejadian, 2020 berjumlah 35 kejadian, dan tahun 2021 berjumlah 86 kejadian.
Adapun bencana yang sering terjadi di Kota Pangkalpinang selain banjir yakni
cuaca ekstrem (angin puting beliung), dan kebakaran hutan dan lahan.
Cuaca ekstrem (angin puting beliung)
kerapkali terjadi pada musim penghujan. Hujan yang deras diiringi dengan
kencangnya angin kerapkali memberikan dampak seperti tumbangnya pohon-pohon
besar, tertiupnya atap rumah warga, dan lain sebagainya. Berdasarkan data di
DIBI juga mengungkapkan bahwa kebanyakan kejadian angin puting beliung
bertepatan dengan hujan deras yang terjadi di wilayah tersebut. Hal tersebut
dikarenakan kejadian angin puting beliung di Indonesia biasanya didahului oleh
hujan deras (Fithra, 2017).
Bencana lainnya yang berpotensi
terjadi di Kota Pangkalpinang yakni kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA). Di
beberapa tahun ke belakang, kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kota
Pangkalpinang tidak terlalu banyak, namun di tahun 2023 ini berdasarkan data
dari DAMKAR Kota Pangkalpinang jumlah kebakaran hutan dan lahan mencapai 165
kejadian dari Januari hingga pertengahan Oktober 2023. Hal ini menjadikan
kejadian KARHUTLA di tahun 2023 menjadi kejadian KARHUTLA terparah bagi Kota
Pangkalpinang.
Bencana
lain yang pada tahun 2023 sangat berdampak pada masyarakat Kota Pangkalpinang
ialah Kekeringan. Di tahun 2023 ini kekeringan di Kota Pangkalpinang
menyebabkan banyaknya masyarakat yang kekurangan air bersih untuk digunakan.
Tercatat sebanyak 300an permintaan distribusi air yang diterima BPBD Kota
Pangkalpinang untuk diakukan pendistribusian air bersih dan sekitar 133 lokasi
yang telah dilakukan distribusi air. Semakin lama persediaan air kian menipis
dan berharap hujan segera turun untuk mencukupkan kebutuhan air lagi di Kota
Pangkalpinang.
Selain
keempat bencana tersebut, ada satu bencana lagi yang berpotensi terjadi di Kota
Pangkalpinang yaitu Gelombang Ekstrem dan Abrasi (GEA). Berdasarkan Peraturan
kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika No. KEP 009 Tahun 2010,
gelombang laut ekstrim adalah gelombang laut signifikan dengan ketinggian ? 2
m. Sedangkan abrasi ialah proses dimana terjadi pengikisan pantai yang
disebabkan oleg tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.
Adapun potensi bencana GEA di Kota Pangkalpinang berada disekitaran wilayah
pesisir pantai seperti Kecamatan Bukit Intan dan Gabek.
Itulah
bencana-bencana alam yang berpotensi terjadi di Kota Pangkalpinang, semoga
semua lapisan masyarakat Kota Pangkalpinang senantiasa siaga dalam menghadapi
setiap kemungkinan bencana yang ada.